“Anak Betawi Ketinggalan Zaman,
katenye, Anak betawi Gak Berbudaye, katenye”. Lagu yang populer pada zamannya
tersebut terdengar tak asing. Potongan lagu tersebut adalah Sountrack Sinetron
Si Doel Anak Sekolahan yang menceritakan Anak Betawi yang berusaha menerapkan
nilai-nilai budayanya ditengah ibukota dengan budaya yang beragam. Ketika
melintas di Daerah Cagar Budaya Betawi “Setu Babakan Ciganjur” berbagai acara
dan pentas budaya pun digelar. Satu diantaranya, tentu saja, penampilan
ondel-ondel yang merupakan ciri khas Betawi.
Kesenian Budaya Betawi yang
hampir terlupakan, boneka besar dengan bobot sepuluh kilogram yang menjadi kebanggaan
warga Jakarta inilah ondel –ondel. Kesenian ini menjadi ciri khas/icon pada
saat acara pesta pernikahan ataupun perayaan ulangtahun kota Jakarta. Berbagai
inovasi pun terus dilakukan, sebagai bentuk upaya pelestarian terhadap boneka
yang dulunya dipercaya sebagai penolak bala baik dalam bentuk, ukuran, maupun
bahan baku.
Namun tak mudah ternyata
melestarikan ondel-ondel. Banyak generasi muda yang tak lagi tertarik untuk
mempelajari hal tersebut. Ini membuat kesenian ondel-ondel perlahan tergerus
zaman. Selain ondel-ondel, Kesenian Gambang Kromong bernasib serupa. Andai kata
ada, jumlahnya tak banyak. Sepertinya kesenian-kesenian tradisional Betawi
tersebut memang semakin dilupakan. Tergerus masuknya budaya asing yang gencar
ditayangkan berbagai Media Televisi. Padahal kesenian Betawi adalah kesenian
ibukota Negara ini, sudah sepantasnya menjadi hal yang patut dibanggakan.
Tanggung jawab melestarikan budaya, adalah tanggung jawab bersama warga
Jakarta. Jika bukan warga Jakarta, siapa lagi yang akan melestarikan seni dan
budaya Betawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar