Minggu, 02 Desember 2012

Pengentasan Kemiskinan Berbasis Ilmu Pengetahuan Teknologi


Masalah pengentasan kemiskinan di Indonesia selalu menjadi bahan perdebatan oleh pihak yang punya kepentingan, apakah pro-rakyat atau pro-kelompok. Mulai dari data penduduk miskin, instansi pelaksana, hingga program pengentasannya, seolah tak akan berujung perdebatan tersebut. Tidak bisakah kita bersama memberikan sumbangsih pemikiran untuk membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, karena yang akan dientaskan kemiskinannya ini merupakan saudara kita pula–orang-orang di sekitar kita–yang karena suatu sebab mereka dikelompokkan sebagai penduduk miskin dan mungkin kita termasuk yang jadi penyebabnya.

Data Penduduk Miskin
Pidato Kenegaraan Presiden pada 16 Agustus 2012 lalu yang menyebutkan jumlah penduduk miskin Indonesia saat ini adalah 19,1 juta jiwa menuai berbagai kritikan karena dianggap berbeda dengan data resmi BPS. Mengapa bisa demikian, ternyata bukan kali ini saja terjadi perdebatan.



Dalam salah satu referensi disebutkan, pada 2007 pemerintah menyebutkan angka kemiskinan sebesar 16,5% (37,17 juta jiwa) berarti terjadi penurunan dibanding tahun 2006 sebesar 17,75% (39,1 juta jiwa). Sementara data Bank Dunia menyebutkan, jumlah yang jauh lebih besar yaitu mencapai 49,5% atau lebih dari 100 juta jiwa pada tahun 2007 dengan standar garis kemiskinan 2 USD PPP (Purchasing Power Parity).

Perbedaan ini karena perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dalam penentuan penduduk miskin maupun data hasil survei yang diacu atau menjadi rujukan. Apakah kemudian kita akan sampai pada kesimpulan bahwa perubahan penduduk miskin semata-mata karena perubahan garis kemiskinan (poverty line) yang digunakan, bukan karena program pengentasan kemiskinan itu sendiri. Terlepas dari angka statistik yang dipermasalahkan dan tingkat keberhasilan program kemiskinan yang selalu dipertanyakan, secara faktual penduduk miskin tetap ada atau bahkan akan tetap ada selagi ada dikotomi kaya dan miskin. Secara kasatmata, penduduk miskin perkotaan dapat dengan mudah dilihat karena perbedaan “kaya-miskin” yang sangat mencolok, berbeda dengan di desa yang mana penduduk miskinnya tersebar hingga pelosok.

Muncul pertanyaan, di manakah penduduk miskin itu sebenarnya dan ke manakah program pengentasan kemiskinan itu diberikan. Apakah data yang diperdebatkan di atas memberikan penjelasan tentang hal ini, jika tidak mengapa kita menghabiskan energi memperdebatkannya. Memang data sangat penting karena merupakan acuan untuk perencanaan program pengentasan kemiskinan. Untuk menghasilkan data yang akurat menjadi kendala tersendiri karena memerlukan biaya yang relatif besar sehingga tidak setiap waktu bisa diperbarui, misalnya dengan pendataan dan survei.

Dukungan Iptek
Perlu dikembangkan suatu pendekatan yang inovatif dalam pengelolaan database penduduk miskin, baik profil penduduk miskin maupun program pengentasannya. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah penerapan SIG (Sistem Informasi Geografi) dengan melakukan pemetaan kemiskinan.

Unsur kewilayahan mempunyai korelasi dengan indikator kemiskinan karena penduduk miskin pasti berdomisili di suatu wilayah tertentu. Indikator kemiskinan ini kemudian dapat dianalisis berdasarkan kewilayahan mulai skala nasional, provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, hingga kelurahan/desa. SIG bahkan mampu memberikan analisis lebih detail berdasarkan analisis wilayah kecil (small area analysis) atau tingkat administratif yang lebih kecil, misalnya kelurahan atau bahkan pada tingkat RT/RW. Pendekatan SIG dalam pengelolaan data kemiskinan dikenal dengan istilah poverty mapping.

Poverty mapping
Peta adalah media visualisasi dari objek-objek yang ada di bumi. Pemetaan kemiskinan dalam konsep ini adalah merepresentasi data penduduk miskin ke dalam peta. Dengan media peta, maka data dapat dilihat penyebarannya secara geografis, selanjutnya data dapat dianalisis secara spasial untuk mengetahui hubungan antardata dan hubungan terhadap wilayah administratifnya.

Contoh sederhana analisis spasial, jika terdapat penduduk miskin–sebut saja Fulan–yang bertempat tinggal di Jalan Aman Gang Pertama. Sementara itu kita bertempat tinggal di Jalan Budiman Gang Empat. Kedua alamat ini berada pada administratif kelurahan yang berbeda. Secara tekstual tidak dapat diketahui dengan tepat hubungan kedua alamat yang disebutkan tadi, apalagi kita jarang melewati Jalan Aman terlebih masuk Gang Pertama. Ternyata jika divisualisasikan ke dalam peta, ujung Gang Pertama bertemu dengan ujung Gang Empat, namun dibatasi oleh tembok beton. Dalam kondisi seperti itu kita tidak pernah tahu bahwa di sekitar kita terdapat penduduk miskin yang mungkin dalam radius 300 meter saja dari rumah kita. Dengan bantuan peta, kita dapat mengetahui di mana saja penduduk miskin itu berada. Inilah prinsip dasar pemetaan kemiskinan dalam skala administratif yang kecil (level kelurahan atau bahkan RT/RW).

Pembaruan Data Penduduk Miskin
Telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan terbarui (updated) memerlukan biaya relatif besar dan tidak bisa setiap waktu dilakukan, contohnya sensus penduduk yang dilakukan tiap 10 tahun sekali, terakhir Sensus Penduduk 2010. Menurut beberapa sumber menelan biaya Rp 3,3 triliun dengan hasil jumlah penduduk Indonesia saat itu sebanyak 237 juta jiwa.

Selain sensus penduduk, terdapat beberapa survei dan pendataan yang dilakukan dengan metode yang berbeda dan untuk keperluan analisis yang berbeda pula, seperti Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Survei Biaya Hidup (SBH), Pendataan Sosial Ekonomi (PSE), dan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS).

Lalu bagaimanakah melakukan pembaruan data secara efisien. Salah satunya dengan optimalisasi peran pengurus RT/RW. Pengurus RT/RW dapat dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang dapat menjangkau hingga unsur terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam konteks pemetaan kemiskinan ini, pengurus RT/RW berperan dalam melengkapi data penduduk miskin, yaitu data spasialnya. Tujuannya agar data penduduk miskin (baca: rumah tangga miskin) dapat direpresentasi ke dalam peta.

Untuk mendapat data spasial penduduk miskin relatif mudah dilakukan. Dengan mengacu pada data kemiskinan yang telah ada sebelumnya, pengurus RT/RW cukup mendatangi lokasi tempat tinggal penduduk miskin, asumsinya bahwa pengurus RT/RW pasti mengenal dengan baik masyarakat yang berdomisili di wilayahnya. Dengan perangkat GPS (global positioning systems) receiver, pengurus RT/RW mengambil titik lokasi (waypoint) rumah tinggal penduduk miskin tersebut. Koordinat waypoint ini yang selanjutnya direpresentasikan pada peta digital.

Partisipasi masyarakat dan manfaat poverty mapping
Representasi lokasi tempat tinggal penduduk miskin pada peta memberikan kemudahan bagi pemerintah dan masyarakat, untuk mengawasi kebenaran data penduduk miskin yang sudah dilakukan sebelumnya.
Dalam konsep ini, data penduduk miskin dipublikasi secara terbuka dan transparan melalui situs (website) milik pemerintah sesuai ketentuan sebagaimana amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku sejak 30 April 2010. Partisipasi masyarakat dapat berupa pelaporan, jika ditemukan data yang tidak sesuai atau memberikan informasi adanya penduduk miskin yang belum terdata.

Publikasi data kemiskinan ini pula diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat kepada penduduk miskin. Bayangkan jika kita hidup berkecukupan, sementara di sekitar kita terdapat penduduk miskin mungkin kita akan selalu khawatir dengan harta benda yang dimiliki, karena kita berpikir penduduk miskin tersebut punya potensi untuk melakukan pencurian.
Bentuk kekhawatiran ini ditunjukkan dengan pemasangan pagar halaman yang tinggi, pemasangan teralis, atau adanya petugas keamanan. Kepedulian kepada penduduk miskin di sekitar tempat tinggal kita harusnya dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan, saling percaya, dan saling menjaga sehingga tercipta lingkungan hunian yang aman dan nyaman. Pemberian bantuan langsung–berupa zakat, sedekah, atau hadiah–kepada penduduk miskin di sekitar tempat tinggalnya atau di lokasi lain yang dikehendaki berdasarkan peta kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar