Masalah pengentasan
kemiskinan di Indonesia selalu menjadi bahan perdebatan oleh pihak yang punya
kepentingan, apakah pro-rakyat atau pro-kelompok. Mulai dari data penduduk
miskin, instansi pelaksana, hingga program pengentasannya, seolah tak akan
berujung perdebatan tersebut. Tidak bisakah kita bersama memberikan sumbangsih
pemikiran untuk membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, karena yang akan
dientaskan kemiskinannya ini merupakan saudara kita pula–orang-orang di sekitar
kita–yang karena suatu sebab mereka dikelompokkan sebagai penduduk miskin dan
mungkin kita termasuk yang jadi penyebabnya.
Data Penduduk Miskin
Pidato Kenegaraan
Presiden pada 16 Agustus 2012 lalu yang menyebutkan jumlah penduduk miskin
Indonesia saat ini adalah 19,1 juta jiwa menuai berbagai kritikan karena
dianggap berbeda dengan data resmi BPS. Mengapa bisa demikian, ternyata bukan
kali ini saja terjadi perdebatan.
Dalam salah satu
referensi disebutkan, pada 2007 pemerintah menyebutkan angka kemiskinan sebesar
16,5% (37,17 juta jiwa) berarti terjadi penurunan dibanding tahun 2006 sebesar
17,75% (39,1 juta jiwa). Sementara data Bank Dunia menyebutkan, jumlah yang
jauh lebih besar yaitu mencapai 49,5% atau lebih dari 100 juta jiwa pada tahun
2007 dengan standar garis kemiskinan 2 USD PPP (Purchasing Power Parity).
Perbedaan ini karena perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dalam penentuan penduduk miskin maupun data hasil survei yang diacu atau menjadi rujukan. Apakah kemudian kita akan sampai pada kesimpulan bahwa perubahan penduduk miskin semata-mata karena perubahan garis kemiskinan (poverty line) yang digunakan, bukan karena program pengentasan kemiskinan itu sendiri. Terlepas dari angka statistik yang dipermasalahkan dan tingkat keberhasilan program kemiskinan yang selalu dipertanyakan, secara faktual penduduk miskin tetap ada atau bahkan akan tetap ada selagi ada dikotomi kaya dan miskin. Secara kasatmata, penduduk miskin perkotaan dapat dengan mudah dilihat karena perbedaan “kaya-miskin” yang sangat mencolok, berbeda dengan di desa yang mana penduduk miskinnya tersebar hingga pelosok.
Muncul pertanyaan, di
manakah penduduk miskin itu sebenarnya dan ke manakah program pengentasan
kemiskinan itu diberikan. Apakah data yang diperdebatkan di atas memberikan
penjelasan tentang hal ini, jika tidak mengapa kita menghabiskan energi
memperdebatkannya. Memang data sangat penting karena merupakan acuan untuk
perencanaan program pengentasan kemiskinan. Untuk menghasilkan data yang akurat
menjadi kendala tersendiri karena memerlukan biaya yang relatif besar sehingga
tidak setiap waktu bisa diperbarui, misalnya dengan pendataan dan survei.
Dukungan Iptek
Perlu dikembangkan
suatu pendekatan yang inovatif dalam pengelolaan database penduduk miskin, baik
profil penduduk miskin maupun program pengentasannya. Salah satu pendekatan
yang dapat dilakukan adalah penerapan SIG (Sistem Informasi Geografi) dengan
melakukan pemetaan kemiskinan.
Unsur kewilayahan mempunyai
korelasi dengan indikator kemiskinan karena penduduk miskin pasti berdomisili
di suatu wilayah tertentu. Indikator kemiskinan ini kemudian dapat dianalisis
berdasarkan kewilayahan mulai skala nasional, provinsi, kota/kabupaten,
kecamatan, hingga kelurahan/desa. SIG bahkan mampu memberikan analisis lebih
detail berdasarkan analisis wilayah kecil (small area analysis) atau tingkat
administratif yang lebih kecil, misalnya kelurahan atau bahkan pada tingkat
RT/RW. Pendekatan SIG dalam pengelolaan data kemiskinan dikenal dengan istilah
poverty mapping.
Poverty
mapping
Peta adalah media
visualisasi dari objek-objek yang ada di bumi. Pemetaan kemiskinan dalam konsep
ini adalah merepresentasi data penduduk miskin ke dalam peta. Dengan media
peta, maka data dapat dilihat penyebarannya secara geografis, selanjutnya data
dapat dianalisis secara spasial untuk mengetahui hubungan antardata dan
hubungan terhadap wilayah administratifnya.
Contoh sederhana
analisis spasial, jika terdapat penduduk miskin–sebut saja Fulan–yang bertempat
tinggal di Jalan Aman Gang Pertama. Sementara itu kita bertempat tinggal di
Jalan Budiman Gang Empat. Kedua alamat ini berada pada administratif kelurahan
yang berbeda. Secara tekstual tidak dapat diketahui dengan tepat hubungan kedua
alamat yang disebutkan tadi, apalagi kita jarang melewati Jalan Aman terlebih
masuk Gang Pertama. Ternyata jika divisualisasikan ke dalam peta, ujung Gang
Pertama bertemu dengan ujung Gang Empat, namun dibatasi oleh tembok beton.
Dalam kondisi seperti itu kita tidak pernah tahu bahwa di sekitar kita terdapat
penduduk miskin yang mungkin dalam radius 300 meter saja dari rumah kita.
Dengan bantuan peta, kita dapat mengetahui di mana saja penduduk miskin itu
berada. Inilah prinsip dasar pemetaan kemiskinan dalam skala administratif yang
kecil (level kelurahan atau bahkan RT/RW).
Pembaruan Data Penduduk Miskin
Telah disebutkan
sebelumnya bahwa untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan terbarui
(updated) memerlukan biaya relatif besar dan tidak bisa setiap waktu dilakukan,
contohnya sensus penduduk yang dilakukan tiap 10 tahun sekali, terakhir Sensus
Penduduk 2010. Menurut beberapa sumber menelan biaya Rp 3,3 triliun dengan
hasil jumlah penduduk Indonesia saat itu sebanyak 237 juta jiwa.
Selain sensus penduduk,
terdapat beberapa survei dan pendataan yang dilakukan dengan metode yang
berbeda dan untuk keperluan analisis yang berbeda pula, seperti Survei Sosial
dan Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas),
Survei Biaya Hidup (SBH), Pendataan Sosial Ekonomi (PSE), dan Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS).
Lalu bagaimanakah
melakukan pembaruan data secara efisien. Salah satunya dengan optimalisasi
peran pengurus RT/RW. Pengurus RT/RW dapat dianggap sebagai perpanjangan tangan
pemerintah yang dapat menjangkau hingga unsur terkecil dalam masyarakat yaitu
keluarga. Dalam konteks pemetaan kemiskinan ini, pengurus RT/RW berperan dalam
melengkapi data penduduk miskin, yaitu data spasialnya. Tujuannya agar data
penduduk miskin (baca: rumah tangga miskin) dapat direpresentasi ke dalam peta.
Untuk mendapat data
spasial penduduk miskin relatif mudah dilakukan. Dengan mengacu pada data
kemiskinan yang telah ada sebelumnya, pengurus RT/RW cukup mendatangi lokasi
tempat tinggal penduduk miskin, asumsinya bahwa pengurus RT/RW pasti mengenal
dengan baik masyarakat yang berdomisili di wilayahnya. Dengan perangkat GPS
(global positioning systems) receiver, pengurus RT/RW mengambil titik lokasi
(waypoint) rumah tinggal penduduk miskin tersebut. Koordinat waypoint ini yang
selanjutnya direpresentasikan pada peta digital.
Partisipasi
masyarakat dan manfaat poverty mapping
Representasi lokasi
tempat tinggal penduduk miskin pada peta memberikan kemudahan bagi pemerintah
dan masyarakat, untuk mengawasi kebenaran data penduduk miskin yang sudah
dilakukan sebelumnya.
Dalam konsep ini,
data penduduk miskin dipublikasi secara terbuka dan transparan melalui situs
(website) milik pemerintah sesuai ketentuan sebagaimana amanat UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku sejak 30 April
2010. Partisipasi masyarakat dapat berupa pelaporan, jika ditemukan data yang
tidak sesuai atau memberikan informasi adanya penduduk miskin yang belum
terdata.
Publikasi data
kemiskinan ini pula diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat kepada
penduduk miskin. Bayangkan jika kita hidup berkecukupan, sementara di sekitar
kita terdapat penduduk miskin mungkin kita akan selalu khawatir dengan harta
benda yang dimiliki, karena kita berpikir penduduk miskin tersebut punya
potensi untuk melakukan pencurian.
Bentuk kekhawatiran
ini ditunjukkan dengan pemasangan pagar halaman yang tinggi, pemasangan
teralis, atau adanya petugas keamanan. Kepedulian kepada penduduk miskin di
sekitar tempat tinggal kita harusnya dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan,
saling percaya, dan saling menjaga sehingga tercipta lingkungan hunian yang
aman dan nyaman. Pemberian bantuan langsung–berupa zakat, sedekah, atau
hadiah–kepada penduduk miskin di sekitar tempat tinggalnya atau di lokasi lain
yang dikehendaki berdasarkan peta kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar