Coba perhatikan sekeliling kita, rasanya sebutan pria sebagai makhluk yang cuek dengan penampilan, mulai terkikis sedikit demi sedikit. Saat ini, makin banyak pria yang stylish dan mendandani dirinya agar tampil lebih menarik. Mulai dari rajin nge-gym, hobi belanja, sampai melakukan perawatan di salon, adalah beberapa ciri khas pria metroseksual.
Di masa 10 tahun lalu
banyak orang yang menganggap aneh kalau ada pria pergi ke salon untuk perawatan
wajah dan memanjakan tubuh. Demikian pula jika ada pria berdandan dinilai sebagai
hal yang tidak wajar. Bahkan ada pria yang tidak kalah dibandingkan wanita
dalam hal perawatan tubuh dan ikut tren mode. Pria seperti ini mendekonstruksi
tatanan pemahaman umum bahwa yang punya hak merawat tubuh dan mengikuti
perubahan mode hanya wanita.
Istilah metroseksual ini
pertama kali diperkenalkan pada 15 November 1994 oleh Mark Simpson dalam sebuah
artikel di koran Inggris, The Independent. Pria-pria ini berani merusak kode
maskulin dan merengkuh sisi femininnya. Uang dan waktu banyak digunakan untuk
penampilan dan belanja. Artis-artis top dunia pun telah mengampanyekan gaya
hidup ini. Bahkan bintang sepak bola, David Beckham dianggap sebagai salah satu
ikon metroseksual.
Dahulu hanya segilintir
pria yang bergaya metroseksual. Tapi, efek media massa membawa pria yang berada
di kehidupan metropolitan di penjuru dunia, mulai terayu dengan gaya hidup ini.
Kehidupan metropolitan telah menuntut para pria untuk mengikuti tata cara
metropilis universal seperti etika di acara formal, table manners, dan tentu
saja tentang gaya hidup dan mode.
Pada awalnya, sebutan
metroseksual dipandang hanya sebagai gaya hidup yang memperhatikan pada
penampilan, namun dari perspektif lain, pria metroseksual adalah pria yang
selalu memandang hidup dengan optimistis dan realistis. Pria metroseksual
memahami bahwa dalam hidup selalu ada beberapa pilihan, sehingga selalu mencari
yang terbaik.
Hal lain dari yang menyadari apa
yang dilakukannnya, terkadang pria yang selalu berpakaian rapi dan necis dimana
dianggap sebagai pria metroseksual, ternyata pelakunya banyak yang tidak paham
dengan maksud tersebut. Justru ketika pria ini dikatakan metroseksual, mereka
merasa keberatan, karena beberapa beranggapan pria metroseksual memiliki
konotasi negatif, karena kata metroseksual juga identik dengan “anak cantik”.
Pendapat lain mengungkapkan,
metroseksual bisa menjadi pemisah dengan gaya berpenampilan ala gay. Pria juga
kerap berpenampilan rapi. Dan, metroseksual dianggap pemisah antara pria normal
yang berpenampilan menarik dengan pria gay.
“Saya menemukan orang-orang saling
memiliki pendapat bertentangan tentang metroseksual tersebut. Kadang-kadang
satu orang mengungkapkan konotasi negatif dan positif pada kedua kata,” kata Erynn
Masi de Casanova, peneliti dari Universitas Cincinnati Amerika Serikat.
Lalu, apakah pria metroseksual
memiliki kecenderungan menjadi gay? Pergaulan
ternyata dapat membentuk watak seseorang. Hal itu menjadi kesimpulan penelitian
yang dilakukan oleh Masrur Yusuf dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Hasilnya
cukup mengejutkan. Ternyata ada korelasi positif antara gaya hidup seorang
metroseksual dengan kecenderungan menjadi gay. Menariknya, mereka bukanlah
berasal dari kalangan sembarangan. Kebanyakan berasal dari kalangan jetset
dengan kisaran usia antara 30-45 tahun.
"Pria
atau kaum metroseksual itu memiliki gaya hidup yang narsis, hedonis, dan
dandis. Mereka memang dari kalangan yang berduit. Bagi mereka, sudah tidak ada
lagi batasan yang membedakan pria dan wanita. Pria ataupun wanita sama
saja," jelas mahasiswa yang akrab dipanggil Arul ini.
Selama
penelitian, Arul harus berjibaku dengan segala godaan yang diterimanya. Bahkan,
ia mengaku godaan tersebut hampir membuatnya terlena saat menggali data. Untuk
mendapatkan data yang valid, dia harus rajin datang ke mall, gay bar, butik
pria, dan tempat-tempat tertentu lainnya.
Pria metroseksual lebih dari
sekedar fakta melainkan juga sebuah fenomena yang kian menggejala di hampir
semua kota besar dewasa ini. Pria metroseksual adalah pria yang women-oriented
dan memiliki karakteristik unik seperti narsis dan merawat dirinya seringkali
melebihi apa yang dilakukan oleh wanita. Mereka bisa membeli apa pun yang
mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan dan
penampilan. Kebanyakan pria metroseksual memiliki pendapatan yang besar. Hal
ini diperlukan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan mereka terutama yang
berkaitan dengan penampilan. Hal ini menyebabkan perilaku konsumtif yang mereka
tunjukkan relatif agak berbeda dengan orang kebanyakan.
Untuk
itu saya menghimbau masyarakat agar jangan sampai terjerumus dalam pergaulan
yang salah, apalagi terlalu dalam masuk "jurang" kehidupan
metroseksual dan terlibat secara langsung kehidupan kaum gay. Sebab, jika terlalu masuk dalam kehidupan kaum gay maka akan
sulit untuk mengembalikan sebagai kehidupan sebelumnya. Namun, jika ingin
mengetahui proses kehidupannya tidak akan menjadi masalah yang besar.
Pria metroseksual merupakan para
penikmat hidup sejati. Ini tidak lepas dari
kemampuan finansial yang mendukung.
Namun, mereka tidak hanya hidup dalam keglamoran semata, sebagian besar
pria metroseksual juga merupakan pekerja cerdas yang
penuh percaya diri, berdedikasi tinggi, serta berkomitmen kepada karya dan
keluarga. “Jangan menilai buku itu dari kulitnya.”
Sekalipun kulit buku atau sampul buku itu tidak bagus dan tidak menarik, belum
tentu isinya juga tidak bagus dan tidak menarik. Sebaliknya, belum menjadi
jaminan bahwa sampul atau kulit yang menarik menentukan isi buku yang menarik
juga.
Sumber:
http://log.viva.co.id/news/read/451632-pria-metroseksual--menarik-atau--bikin-ilfi-
http://ciricara.com/2012/11/21/ciricara-20-ciri-pria-metroseksual/\
http://id.wikipedia.org/wiki/Metroseksual
http://www.munawarkasan.com/index.php/lainnya/resensi-buku/52-berpikir-optimistis-realistis-ala-pria-metroseksual
http://lifestyle.liputan6.com/read/2044745/yang-khas-dari-pria-metroseksual-hobi-bercermin-dan-suka-dandan
http://delakilaki.blogspot.com/2014/03/tips-tampil-elegan-ala-pria-metroseksual.html
http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/475
Tidak ada komentar:
Posting Komentar