Kamis, 25 Juni 2015

Tugas 4 Bahasa Indonesia 2 : Membuat Esai

Samsul Rizal
1A112099
3KA25


Dampak Deregulalsi Perbankan Terhadap Persaingan Industri Perbankan Di Indonesia


Pendahuluan
Jika anda menyimak kondisi perbankan di Indonesia, khususnya pada Bank-Bank besar yang memiliki banyak peranan di Negeri ini, maka persaingan antara Bank Swasta dan Bank Milik Negara sangatlah ketat. Perdebatan tentang persaingan perbankan terus menarik mengingat perbankan memiliki peran penting menyalurkan dana kepada industri-industri, sehingga persaingan yang sehat akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Sebab persaingan  yang  sehat  mempermudah  industri  lain mendapatkan   suntikan dana   untuk  pengembangan   usahanya,   dan   pada   akhirnya meningkatkan output nasional.
Sebenarnya tanpa campur tangan pemerintah pun, konsep mekanisme pasar dari aliran klasik meyakini bahwa kondisi perekonomian akan selalu mcncapai kondisi keseimbangan. Yang menjadi ancaman, jika terjadi kegagalan pasar maka akan berdampak pada memburuknya kondisi perekonomian negara.   Dalam situasi seperti inilah, campur tangan pemerintah menjadi bentuk perbaikan perekonomian.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1988, yang melakukan kebijakan deregulasi disektor keuangan dalam rangka mempengaruhi persaingan industri perbankan Indonesia. Kebijakan ini memberikan kemudahan perijinan pendirian bank baru, termasuk pembukaan kantor cabang. Saat itu, dengan danaRp 10 miliar saja, para investorsudah dapat mendirikan sebuah bank baru, dan ini menyebabkan peningkatan signifikan pada jumlah bank di Indonesia
Pada Arsitektur Perbankan Indonesia (API), pilar pertama adalah struktur perbankan yang sehat sehingga dalam sepuluh atau lima belas tahun kemudian akan terdapat 4 (empat) struktur bank, berdasarkan permodalannya, yaitu 1) Bank Intemasional dengan modal di atas Rp 50 triliun; 2) bank nasional dengan modal antara Rp 10 — 50 triliun; 3) Bank Fokus dengan modal antara Rp 100 miliar hingga Rp 10 trilliun; dan 4) BPR dan Bank dengan kegiatan usaha terbatas dengan modal di bawah Rp 100 milliar.
Sebagai upaya peningkatan modal untuk memenuhi syarat masing-masing struktur dapat dilakukan melalui penambahan modal bam, merger, penerbitan saham baru dan subordinated loan. Sebagai dukungan upaya konsolidasi tersebut, Bank Indonesia menawarkan tiga jenis program,  yaitu konsolidasi berdasarkan suka sama suka(market  driven), ditentukan (directives), dan kewajiban. Di samping itu, Bank Indonesia juga menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/16/PBI/2006 mengenai kepemilikan tunggal dan PBI Nomor 14/18/PB1/2012 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
Adanya kedua peraturan ini diharapkan mampu meningkatkan permodalan, menghasilkan struktur bank sehat, dan mengurangi jumlah bank di Indonesia. Namun di sisi lain, jumlah bank yang berkurang akan meningkatkan konsentrasi industri dan mengurangi  persaingan usaha. Dengan demikian, kebijakan ini akan berdampak negatif kepada persaingan. Penelitian ini akan  mengkaitkan keberadaan  kedua  peraturan  ini  dengan persaingan  dalam  industri perbankan.
Permasalahannya adalah, persaingan usaha akan semakin baik jika tidak terkonsentrasi (tidak didominasi oleh beberapa perusahaan besar).  Hal ini berarti semakin banyak jumlah bank, semakin bark persaingan usaha. Namun demikian, pembatasan modal dan kepemilikan justru akan menyebabkan berkurangnya jumlah bank yang ada di dalam industri. Sehingga perlu dipertanyakan apakah kebijakan ini  menyebabkan persaingan menjadi semakin sehat atau justru sebaliknya.

Persaingan Usaha
Di negara berkembang, keberadaan sebuah Bank menjadi sangat penting. Ini mengingat, tipikal negara berkembang adalah adanya saving-investment yang tidak bisa ditutupi oleh budget pemerintah. Melihat kondisi persaingan pada industri perbankan di Indonesia dapat diidentifikasikan sebagai berikut, yaitu 1) bank besar dan bank kecil bersaing pada segmen pasar yang sama; 2) terjadi segmentasi pasar di antara bank sekelas; 3) antar bank berkarakteristik sama tidak selalu terjadi persaingan; 4) Individu tidak hanya menjadi nasabah atas 1 bank saja.
Persaingan usaha antar Bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan dari dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun Bank non-konvensional. Perkembangan dunia perbankan telah terlihat kompleks, dengan berbagai macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Kekomplekan ini telah menciptakan suatu sistem dan persaingan baru dalam dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar bank tetapi juga antara bank dengan lembaga keuangan. Sebuah fenomena nyata yang telah menuntut bank untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam dunia perbankan.
Dasar kegiatan perbankan adalah kepercayaan dari masyarakat atau nasabah merupakan faktor utama dalam menjalankan bisnis perbankan. Dengan demikian manajemen bank akan dihadapkan pada berbagai usaha untuk menjaga kepercayaan tersebut, agar tetap memperoleh simpati dari calon nasabahnya.

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Untuk risiko peringkat 1, modal minimum adalah 8 persen dart asset tertimbang menurut risiko (ATMR). Peringkat 2, hams memenuhi modal instrument 9 sampai 10 persen, dan 10 hingga 11 persen untuk risiko peringkat 3. Sedangkan bagi bank berisiko 4, maka harus memenuhi modal minimum sebesar 11 hingga 14 persen.
Modal bank terdiri dart modal inti (tier!); modal pelengkap (tier 2), dan model pelengkap tambahan (tier 3).Modal inti terdiri dart modal disetor, tambahan biaya cadangan, dan modal innovative.Modal pelengkap adalah terdiri dart modal pelengkap level atas (upper tier 2) dan lower tier 2.Sedangkan modal pelengkap tambahan meliputi pinjaman subordinasi atau obligasi subordinasijangka pendek; modal pelengkap yang tidak dialokasikan untuk menutup beban modal untuk risiko kredit dan operasional namum memenuhi syarat sebagai modal pelengkap; dan bagian dart modal pelengkap level bawah (lower tier 2) yang melebihi batasan modal pelengkap level bawah.
Menyadari bahwa semakin besar asset yang dimiliki bank akan berdampak pada potensi risiko yang semakin besar pula, maka setiap bank diwajibkan memperhitungkan ATMR untuk risiko kredit dan risiko operasional.  Disamping itu, bagi bank yang mempunyai asset total sebesar Rp 10 triliun atau lebih, bank devisa yang mempunyai surat berharga dan/atau transaksi derivative dalam Trading Book sebesar Rp 20 miliar, dan bank devisa yang mempunyai surat berharga dan/atau transaksi derivative dalam Trading Book sebesar Rp 25 miliar atau lebih hams menghitung risiko pasar.
Penguatan struktur permodalan bankbank, diharapkan perbankan Indonesia menjadi lebih stabil dan mampu berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Kestabilan akan menghasilkan perbankan nasional yang lebih kuat danpada akhirnya mampu bersaing dengan perbankan asing di pasar internasional. Kompetisi, yang mendorong peningkatan daya saing, merupakan pondasi utama proses penguatan perbankan nasional. Oleh karena itu, perubahan tingkat kompetisi antar bank akan mengubah pula prilaku perbankan dalam melakukan bisnisnya.

Kesimpulan
Kestabilan merupakan hal yang menguntungkan bagi bank karena menyediakan lebih banyak peluang untuk menjadi price leader. Penyebab pertama penurunan persaingan adalah karena pengurangan jumlah bank akibat banyaknya merger dan akuisisi, ataupun konsolidasi antar bank, terutama yang terjadi pada tahun-tahun setelah API diterbitkan (pasca krisis 1997/1998). Kebijakan ini ditempuh karena lebih elegan dibandingkan dengan melakukan likuidasi secara langsung, dan tidak mendorong kepanikan masyarakat, terutama untuk bank-bank dengan kinerja yang buruk. Secara empiris, proses merger dan akuisisi yang menurunkan jumlah bank memang telah mendorong pasar ke arah monopoli atau oligopoli dan menjauhi kompetisi sempurna.
Faktor kedua yang dapat menurunkan tingkat persaingan bank umum adalah adanya regulasi tentang perbankan yang mendorong penurunan jumlah bank, misalnya kebijakan Single Presence Policy13 (SPP). Demikian pula dengan pendirian bank baru yang harus memiliki modal Rp 3 trilyun, turut menyetop munculnya bank-bank baru. Pada awalnya, kehadiran regulasi ini adalah mencegah kecurangan maupun kesalahan pengelolaan. Meski demikian, dalam kenyataannya rangkaian regulasi ini ternyata juga membatasi gerak langkah lembaga keuangan.
Seluruh kelompok bank umum juga lebih stabil setelah API diluncurkan. Meskipun semakin stabil, persaingan bank-bank di Indonesia di tingkat nasional cenderung semakin rendah. Bank umum secara keseluruhan berada dalam situasi kompetisi monopolistik pada masa konsolidasi dan kemudian berubah menjadi berada di dalam situasi monopoli atau oligopoli kolusif.
Bank Persero dan Bank Devisa yang semula berada dalam pasar kompetisi monopolistik selama masa konsolidasi pun berubah menjadi pasar monopoli atau oligopoli kolusif. Persaingan kelompok bank yang pada masa konsolidasi telah berada dalam situasi monopoli atau oligopoli kolusif terbukti derajat kompetisinya semakin rendah atau dengan kata lain semakin tinggi intensitas monopolinya.
Penurunan tingkat persaingan ini diduga disebabkan oleh penurunan jumlah bank serta munculnya deregulasi perbankan. Disamping itu, penurunan tingkat kompetisi juga merupakan konsekuensi dari peningkatan kestabilan. Situasi pasar yang memiliki persaingan monopoli atau oligopoli kolusif di dalam kedua kelompok bank tersebut tidak mengalami perubahan antara masa sebelum dan sesudah API diluncurkan.
Yang cukup penting adalah bank asing memiliki tingkat persaingan paling rendah dibandingkan kelompok bank lainnya. Hal ini terkait dengan pembatasan wilayah operasi bank asing yang dilakukan oleh pemerintah.
Sumber :
DyahNirmalawati T.,Hedwigis Esti R., Listijowati Hadinogroho. 2013.Dampak Regulasi Modal Dan Kepemilikan Tunggal Pada Persaingan Industri Perbankan Di Indonesia. Journal of Perbanas Institute, Jakarta, Indonesia. 21 Januari 2014.1-9.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar