Pesawat AirAsia
hilang kontak dalam penerbangan dari Surabaya menuju Singapura pada Ahad pagi,
28 Desember 2014. "Wagon Air 8501 Surabaya-Singapura," kata Direktur
Keselamatan dan Standar AirNav Indonesia Wisnu Darjono saat dihubungi Tempo[1].
Wisnu menuturkan pesawat dijadwalkan tiba di Singapura pukul 07.20 WIB. Namun
pesawat tersebut hilang kontak sebelum perbatasan Indonesia dengan Singapura.
"Sampai saat ini, belum ada kontak," ujarnya. Pesawat jenis Airbus
A320-200 ini membawa 155 penumpang, terdiri atas 138 orang dewasa, 16 anak, dan
1 bayi, serta 2 pilot, 4 awak kabin, dan 1 teknisi. Pesawat diterbangkan oleh
Kapten Irianto. Pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ 8501 hilang dari
radar, sekitar 40 menit setelah lepas landas dari bandara Juanda, Surabaya, dengan
tujuan Singapura. Pilot AirAsia QZ 8501 sebelumnya meminta ijin untuk naik dari
ketinggian 32 ribu ke ketinggian 38 ribu kaki. Namun karena saat itu lalulintas
penerbangan di atasnya cukup ramai, ATC belum memberikan ijin. Saat kontak
terputus dengan Air Traffic Control (ATC) pesawat itu berada di sekitar Selat
Karimata antara Kalimantan dan Sumatra. Pesawat hilang dari radar pukul 6.18
WIB. Otoritas penerbangan baru mengumumkan pesawat itu hilang pukul 7.55 WIB.
Fakta lain muncul terkait jatuhnya
pesawat Air Asia QZ8501, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan, AirAsia
QZ 8501 terbang ke Singapura tanpa izin. Izin terbang bagi pesawat berasal dari
otoritas penerbangan Kementrian Perhubungan (Kemenhub) mutlak harus dimiliki
sebelum terbang. Izin tersebut mutlak karena prinsipnya semua yang bergerak di
udara suatu negara harus atas sepengetahuan otoritas yaitu Kemenhub dan
militer. Karena semua ruang udara kita adalah wilayah militer, kecuali yang
sudah diizinkan untuk dilalui oleh pesawat yang diizinkan.
Kelaikan rute ini penting karena
pesawat terbang ke manapun hanya diizinkan terbang pada rute dengan ketinggian
yang tlh ditetapkan. Kelaikan slot terkait dengan kepadatan lalu lintas
penerbangan bandara asal juga kepadatan pendaratan di bandara
tujuan. Penilaian kelaikan tersebut berlaku untuk semua pesawat yang akan
terbang, baik yang berjadwal maupun yang tidak. Terkait dengan pemberian izin
pesawat berjadwal, selain faktor kelaikan tadi juga ditambah analisis
kelayakan. Aspek kelayakan terhadap rute terjadwal mencakup analisis jumlah
penumpang dan kemampuan perusahaan airline. Ini penting untuk
menghindari persaingan tidak sehat antar perusahaan airline demi menjaga
kualitas pelayanan dan keselamatan[10]. Atas
pertimbangan itulah maka tidak bisa dipungkiri terjadinya persaingan perusahaan
airline memperebutkan rute gemuk. Semua penilaian terhadap
kelaikan dan kelayakan untuk mendapatkan izin tersebut menjadi kewenangan
regulator CG. Kemenhub. Di Indonesia, terdapat 3 operator yang terkait dengan
pelaksanaan izin terbang yang dikeluarkan otoritas penerbangan cq. Kemenhub.
Ketiga operator tsb, (1) perusahaan air line, (2) pengelola/perusahaan bandara,
dan (3) perum pengelola Navigasi/ATC.
Permasalahan tersebut
semakin dikaitkan dengan penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC) yang dianggap
persaingan antar maskapai dengan saling menjatuhkan harga dianggap berdampak
pada menurunnya standar penerbangan di Indonesia atas alasan penghematan
operasional. Kini Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan merombak posisi eselon I, II dan III dan sudah menandatangani
peraturan tarif batas bawah tiket penerbangan[11]. Kebijakan tersebut
diharapkan membuat maskapai lebih peduli terhadap aspek keselamatan
penumpangnya.Dengan dikeluarkannya kebijakan tarif dasar bawah atau tarif terendah
layanan maskapai penerbangan maka otomotis semua perusahaan penerbangan di
indonesia seperti Garuda,Lion, Sriwijaya dll harus mengikuti peraturan kementerian
perhubungan tersebut .
Selain mencari jasad korban sebagai
fokus utama, titik terang mulai muncul terkait misteri jatuhnya pesawat Air Asia
dengan ditemukannya ekor pesawat. Bagian
ini biasanya disimpan kotak hitam pesawat. Analisa kotak hitam, yang terdiri
dari perekam data-data penerbangan dan perekam suara kokpit, diharapkan bisa
menerangkan apa yang terjadi sehingga pesawat tipe Airbus A-320-200 itu jatuh. Tim
penyelam yang menyelidiki pecahan ekor pesawat di dasar laut tidak menemukan
kotak hitam AirAsia QZ 8501. Tapi untuk pertama kalinya, tim pencari menangkap
sinyal ping sekitar 300 meter dari lokasi ekor pesawat. Bagian ekor AirAsia
yang ditemukan di dasar laut akhirnya berhasil diapungkan dengan menggunakan
balon gas khusus. Tadi sekitar pukul 11.48 WIB sudah di permukaan pada hari Sabtu,
10 Januari 2015. Ekor Air Asia QZ8501 ditemukan di titik koordinat 03 derajat
38' 36" S dan 109 derajat 43' 42" T.
Setelah ditemukannya
lokasi badan pesawat Air asia, Badan SAR
Nasional menyiapkan skenario evakuasi badan pesawat AirAsia QZ8501. Menurut
Direktur Operasional Basarnas, Marsekal Pertama SB Supriyadi, langkah pertama
adalah tim penyelam mengalkulasi luas dan berat badan pesawat yang telah
tertimbun lumpur itu. Selanjutnya, sebelum pengangkatan, tim penyelam mengikat
sekeliling badan pesawat, semisal dengan tali sling. Selain itu, juga bisa
dengan memberi bantalan di badan pesawat sebelum pengangkatan. "Seperti
pengangkatan ekor pesawat kemarin butuh waktu dua hari hanya untuk mengikatnya.
Itu pun juga ada yang jatuh," kata Supriyadi di Pangkalan Bun.
Pengangkatan potongan badan pesawat akan dilakukan dengan lifting bag
(balon pengapung) dan crane. Namun, sebelum pengangkatan dilakukan, tim
penyelam direncanakan melakukan pengangkatan satu per satu jenazah dari dalam
badan pesawat dahulu yang diperkirakan masih banyak yang terperangkap. "Kalau
main body (badan utama) enggak bisa langsung angkat. Pertama, mayatnya
dievakuasi satu per satu. Nanti, kami siapkan kerekan dari atas, angkat satu
per satu. Lalu (jenazah) dimasukkan ke kantong dulu biar enggak terbawa arus.
Nanti orangnya bisa bergantian menyelam biar cepat," tuturnya[12].
"Insiden ini tidak boleh semata dianggap
tanggung jawab penyedia jasa penerbangan. Namun, yang utama bahwa tanggung
jawab keselamatan dan keamanan penerbangan adalah tanggungjawab negara,"
kata Irmansaputra[13].
Bagaimanpaun penerbangan adalah termasuk bumi (ruang udara) di atasnya dan
cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang harus
dikuasai negara (pasal 33 UUD 1945). Karena itu, kata Irmansaputra, UU No
1/2009 Tentang Penerbangan menyebutkan bahwa yang bertanggung jawab akan
keselamatan dan keamanan penerbangan adalah menteri yakni Menteri Perhubungan[14].
Namun di sisi lain, legislasi di bidang penerbangan harus segera ditinjau.
Karena UU Penerbangan 2009 ini paradigma hukum akan keselamatan dan keamanan
penerbangan adalah negara sebagai stelsel pasif bukan aktif. Jika penerbangan
dikuasai negara (Pasal 33 UUD 1945), maka negara tidak cukup hanya menempatkan
pemerintah sebagai pembina dalam penataan fungsi negara dalam penerbangan yang
kemudian diberi peran hanya pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Melainkan
melakukan pengelolaan, kebijakan, pengurusan secara aktif guna menjamin
keselamatan dan keamanan penerbangan. Negara tidak boleh hanya menjadi tukang
stempel akan sistem manajemen keselamata atau keamanan penerbangan belaka
seperti UU Penerbangan 2009. Semoga kita dapat mengambil pelajaran
di balik insiden penerbangan Air Asia QZ8501 ini.
[4] http://www.jpnn.com/read/2014/12/31/278520/Bisa-Jadi-Pilot-AirAsia-QZ8501-Sudah-Memberikan-Peringatan-ke-Penumpang-
[5] http://www.news.com.au/travel/travel-updates/airasia-flight-qz8501-how-other-planes-dodged-the-storm/story-fnizu68q-1227169713074
[6] http://www.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/1131/Gambar-Satelit-Cuaca-Pukul-0600-Saat-AirAsia-Hilang-Tanpa-Jejak/1141
[7] Ibid.
[12] http://nasional.kompas.com/read/2015/01/15/02285891/Skenario.Pengangkatan.Badan.AirAsia.Jenazah.Diangkat.Satu.Per.Satu
[13] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/01/06/nhqjf8-pelajaran-di-balik-insiden-penerbangan-airasia-qz8501
[14] Ibid