Samsul Rizal
1A112099
3KA25
Dampak Deregulalsi Perbankan
Terhadap Persaingan Industri Perbankan Di Indonesia
Pendahuluan
Jika anda menyimak kondisi
perbankan di Indonesia, khususnya pada Bank-Bank besar yang memiliki banyak
peranan di Negeri ini, maka persaingan antara Bank Swasta dan Bank Milik Negara
sangatlah ketat. Perdebatan tentang persaingan perbankan terus menarik
mengingat perbankan memiliki peran penting menyalurkan dana kepada
industri-industri, sehingga persaingan yang sehat akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi. Sebab persaingan
yang sehat mempermudah
industri lain mendapatkan suntikan dana untuk
pengembangan usahanya, dan
pada akhirnya meningkatkan
output nasional.
Sebenarnya tanpa campur
tangan pemerintah pun, konsep mekanisme pasar dari aliran klasik meyakini bahwa
kondisi perekonomian akan selalu mcncapai kondisi keseimbangan. Yang menjadi
ancaman, jika terjadi kegagalan pasar maka akan berdampak pada memburuknya
kondisi perekonomian negara. Dalam
situasi seperti inilah, campur tangan pemerintah menjadi bentuk perbaikan
perekonomian.
Pemerintah Indonesia pada
tanggal 27 Oktober 1988, yang melakukan kebijakan deregulasi disektor keuangan
dalam rangka mempengaruhi persaingan industri perbankan Indonesia. Kebijakan
ini memberikan kemudahan perijinan pendirian bank baru, termasuk pembukaan
kantor cabang. Saat itu, dengan danaRp 10 miliar saja, para investorsudah dapat
mendirikan sebuah bank baru, dan ini menyebabkan peningkatan signifikan pada
jumlah bank di Indonesia
Pada Arsitektur Perbankan
Indonesia (API), pilar pertama adalah struktur perbankan yang sehat sehingga
dalam sepuluh atau lima belas tahun kemudian akan terdapat 4 (empat) struktur
bank, berdasarkan permodalannya, yaitu 1) Bank Intemasional dengan modal di
atas Rp 50 triliun; 2) bank nasional dengan modal antara Rp 10 — 50 triliun; 3)
Bank Fokus dengan modal antara Rp 100 miliar hingga Rp 10 trilliun; dan 4) BPR
dan Bank dengan kegiatan usaha terbatas dengan modal di bawah Rp 100 milliar.
Sebagai upaya peningkatan
modal untuk memenuhi syarat masing-masing struktur dapat dilakukan melalui
penambahan modal bam, merger, penerbitan saham baru dan subordinated loan.
Sebagai dukungan upaya konsolidasi tersebut, Bank Indonesia menawarkan tiga
jenis program, yaitu konsolidasi
berdasarkan suka sama suka(market
driven), ditentukan (directives), dan kewajiban. Di samping itu, Bank
Indonesia juga menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/16/PBI/2006
mengenai kepemilikan tunggal dan PBI Nomor 14/18/PB1/2012 tentang kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum.
Adanya kedua peraturan ini
diharapkan mampu meningkatkan permodalan, menghasilkan struktur bank sehat, dan
mengurangi jumlah bank di Indonesia. Namun di sisi lain, jumlah bank yang
berkurang akan meningkatkan konsentrasi industri dan mengurangi persaingan usaha. Dengan demikian, kebijakan
ini akan berdampak negatif kepada persaingan. Penelitian ini akan mengkaitkan keberadaan kedua
peraturan ini dengan persaingan dalam
industri perbankan.
Permasalahannya adalah,
persaingan usaha akan semakin baik jika tidak terkonsentrasi (tidak didominasi
oleh beberapa perusahaan besar). Hal ini
berarti semakin banyak jumlah bank, semakin bark persaingan usaha. Namun
demikian, pembatasan modal dan kepemilikan justru akan menyebabkan berkurangnya
jumlah bank yang ada di dalam industri. Sehingga perlu dipertanyakan apakah
kebijakan ini menyebabkan persaingan
menjadi semakin sehat atau justru sebaliknya.
Persaingan
Usaha
Di negara berkembang,
keberadaan sebuah Bank menjadi sangat penting. Ini mengingat, tipikal negara
berkembang adalah adanya saving-investment yang tidak bisa ditutupi oleh budget
pemerintah. Melihat kondisi persaingan pada industri perbankan di Indonesia
dapat diidentifikasikan sebagai berikut, yaitu 1) bank besar dan bank kecil
bersaing pada segmen pasar yang sama; 2) terjadi segmentasi pasar di antara
bank sekelas; 3) antar bank berkarakteristik sama tidak selalu terjadi
persaingan; 4) Individu tidak hanya menjadi nasabah atas 1 bank saja.
Persaingan usaha antar Bank
yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk
dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti
ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan dari dengan kehadiran
lembaga keuangan ataupun Bank non-konvensional. Perkembangan dunia perbankan
telah terlihat kompleks, dengan berbagai macam jenis produk dan sistem usaha
dalam berbagai keunggulan kompetitif. Kekomplekan ini telah menciptakan suatu
sistem dan persaingan baru dalam dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar
bank tetapi juga antara bank dengan lembaga keuangan. Sebuah fenomena nyata
yang telah menuntut bank untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang
terjadi dalam dunia perbankan.
Dasar kegiatan perbankan
adalah kepercayaan dari masyarakat atau nasabah merupakan faktor utama dalam
menjalankan bisnis perbankan. Dengan demikian manajemen bank akan dihadapkan
pada berbagai usaha untuk menjaga kepercayaan tersebut, agar tetap memperoleh
simpati dari calon nasabahnya.
Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum
Untuk risiko peringkat 1, modal minimum adalah 8 persen
dart asset tertimbang menurut risiko (ATMR). Peringkat 2, hams memenuhi modal
instrument 9 sampai 10 persen, dan 10 hingga 11 persen untuk risiko peringkat
3. Sedangkan bagi bank berisiko 4, maka harus memenuhi modal minimum sebesar 11
hingga 14 persen.
Modal bank terdiri dart
modal inti (tier!); modal pelengkap (tier 2), dan model pelengkap tambahan
(tier 3).Modal inti terdiri dart modal disetor, tambahan biaya cadangan, dan
modal innovative.Modal pelengkap adalah terdiri dart modal pelengkap level atas
(upper tier 2) dan lower tier 2.Sedangkan modal pelengkap tambahan meliputi
pinjaman subordinasi atau obligasi subordinasijangka pendek; modal pelengkap
yang tidak dialokasikan untuk menutup beban modal untuk risiko kredit dan
operasional namum memenuhi syarat sebagai modal pelengkap; dan bagian dart
modal pelengkap level bawah (lower tier 2) yang melebihi batasan modal
pelengkap level bawah.
Menyadari bahwa semakin
besar asset yang dimiliki bank akan berdampak pada potensi risiko yang semakin
besar pula, maka setiap bank diwajibkan memperhitungkan ATMR untuk risiko
kredit dan risiko operasional. Disamping
itu, bagi bank yang mempunyai asset total sebesar Rp 10 triliun atau lebih,
bank devisa yang mempunyai surat berharga dan/atau transaksi derivative dalam
Trading Book sebesar Rp 20 miliar, dan bank devisa yang mempunyai surat
berharga dan/atau transaksi derivative dalam Trading Book sebesar Rp 25 miliar
atau lebih hams menghitung risiko pasar.
Penguatan struktur
permodalan bankbank, diharapkan perbankan Indonesia menjadi lebih stabil dan
mampu berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Kestabilan akan menghasilkan
perbankan nasional yang lebih kuat danpada akhirnya mampu bersaing dengan
perbankan asing di pasar internasional. Kompetisi, yang mendorong peningkatan
daya saing, merupakan pondasi utama proses penguatan perbankan nasional. Oleh
karena itu, perubahan tingkat kompetisi antar bank akan mengubah pula prilaku
perbankan dalam melakukan bisnisnya.
Kesimpulan
Kestabilan merupakan hal
yang menguntungkan bagi bank karena menyediakan lebih banyak peluang untuk
menjadi price leader. Penyebab pertama penurunan persaingan adalah karena
pengurangan jumlah bank akibat banyaknya merger dan akuisisi, ataupun
konsolidasi antar bank, terutama yang terjadi pada tahun-tahun setelah API
diterbitkan (pasca krisis 1997/1998). Kebijakan ini ditempuh karena lebih
elegan dibandingkan dengan melakukan likuidasi secara langsung, dan tidak
mendorong kepanikan masyarakat, terutama untuk bank-bank dengan kinerja yang
buruk. Secara empiris, proses merger dan akuisisi yang menurunkan jumlah bank
memang telah mendorong pasar ke arah monopoli atau oligopoli dan menjauhi
kompetisi sempurna.
Faktor kedua yang dapat
menurunkan tingkat persaingan bank umum adalah adanya regulasi tentang
perbankan yang mendorong penurunan jumlah bank, misalnya kebijakan Single
Presence Policy13 (SPP). Demikian pula dengan pendirian bank baru yang harus
memiliki modal Rp 3 trilyun, turut menyetop munculnya bank-bank baru. Pada
awalnya, kehadiran regulasi ini adalah mencegah kecurangan maupun kesalahan
pengelolaan. Meski demikian, dalam kenyataannya rangkaian regulasi ini ternyata
juga membatasi gerak langkah lembaga keuangan.
Seluruh kelompok bank umum
juga lebih stabil setelah API diluncurkan. Meskipun semakin stabil, persaingan
bank-bank di Indonesia di tingkat nasional cenderung semakin rendah. Bank umum
secara keseluruhan berada dalam situasi kompetisi monopolistik pada masa
konsolidasi dan kemudian berubah menjadi berada di dalam situasi monopoli atau
oligopoli kolusif.
Bank Persero dan Bank Devisa
yang semula berada dalam pasar kompetisi monopolistik selama masa konsolidasi
pun berubah menjadi pasar monopoli atau oligopoli kolusif. Persaingan kelompok
bank yang pada masa konsolidasi telah berada dalam situasi monopoli atau
oligopoli kolusif terbukti derajat kompetisinya semakin rendah atau dengan kata
lain semakin tinggi intensitas monopolinya.
Penurunan tingkat persaingan
ini diduga disebabkan oleh penurunan jumlah bank serta munculnya deregulasi
perbankan. Disamping itu, penurunan tingkat kompetisi juga merupakan
konsekuensi dari peningkatan kestabilan. Situasi pasar yang memiliki persaingan
monopoli atau oligopoli kolusif di dalam kedua kelompok bank tersebut tidak
mengalami perubahan antara masa sebelum dan sesudah API diluncurkan.
Yang cukup penting adalah
bank asing memiliki tingkat persaingan paling rendah dibandingkan kelompok bank
lainnya. Hal ini terkait dengan pembatasan wilayah operasi bank asing yang
dilakukan oleh pemerintah.
Sumber :
DyahNirmalawati
T.,Hedwigis Esti R., Listijowati Hadinogroho. 2013.Dampak Regulasi Modal Dan Kepemilikan Tunggal Pada Persaingan Industri Perbankan Di Indonesia.
Journal of Perbanas Institute, Jakarta, Indonesia. 21
Januari 2014.1-9.